Kamis, 03 September 2009

Mozaik kota jawa timur

Adegan ludruk dengan lakon Sakerah
Selasa, 1 September 2009 | 18:27 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Abdul Lathif

KOMPAS.com - Keberanekaragaman seni budaya menjadi mozaik dalam kehidupan berkesenian masyarakat Jawa Timur. Pasalnya, hampir setiap kota atau kabupaten di wilayah provinsi ini memiliki produk kesenian yang menjadi ikon sekaligus kebanggaan masyarakatnya.

Sebut misalnya, Surabaya, Ibukota Provinsi Jawa Timur memiliki kesenian ludruk, kidungan dan remo sebagai tarian rakyat yang menjadi kebanggaan sekaligus ikon kota Surabaya.

Banyuwangi punya kesenian Damar Wulan (teater tr adisional-red) yang khas dan unik dan tari Gandrung yang memesona. Ponorogo memiliki kesenian Reog Ponorogo dengan Dadak Meraknya yang indah penuh pesona.

Adapun keunikan lain yang dimiliki Jawa Timur adalah kesenian Reyog Kendang khas Tulungagung dengan tarian prajuritnya yang memadu dalam tetabuhan perkusi.

Realitas itu mengindikasikan, bahwa produk seni budaya rakyat atau tradisi sudah selayaknya lebih diperhatikan oleh pemerintah ataupun bahkan oleh negara, sehingga kekayaan dan keberanekaragaman seni budaya tetap terjaga dan terpelihara dengan baik.

Dibilang peduli ya peduli, tapi belum mak simal. Surabaya lebih beruntung, karena masih memiliki fasilitas gedung seni pertunjukan, misalnya, di Taman Hiburan rakyat, pemerintah kota pun memberikan subsidi untuk kesenian tradisional ludruk, ketoprak dan wayang orang supaya bisa tetap tampil menghibur masyarakat, kata Kepala Unit Pelaksana Teknis Taman Hiburan Rakyat Surabaya Tri Broto Wibisono.

Tri Broto Wibisono yang juga Pimpinan Sanggar Bina tari Jawa Timur mengatakan, kesenian tradisional ataupun kesenian rakyat yang masih eksis sudah sepatutn ya terus dilestarikan dan dikembangkan, sebaliknya dengan kesenian yang hampir punah sudah seharusnya diangkat kembali oleh pemerintah, sehingga kekayaan seni budaya miliki rakyat dan bangsa ini tetap terjaga dan terpelihara dengan baik.

Sanggar-sanggar seni yang ada di kota atau daerah, termasuk di Surabaya belum sepenuhnya mendapat perhatian dan pembinaan pemerintah dan mereka pun menghidupi sanggarnya sendiri tanpa bantuan pemerintah, misalnya, sanggar tari dan sanggar teater, katanya.

Dikatakan, kesen ian tradisional maupun kesenian rakyat yang hidup dihabitanya, namun tidak memiliki fasilitas gedung, misalnya, sudah selayaknya pemerintah memperhatikannya dengan mengupayakan bantuan fasilitas sesuai dengan kebutuhan kesenian maupun pelakunya.

Kesenian Lengger khas Probolinggo, misalnya, mereka sangat membutuhkan gamelan dan tandaknya pun perlu bantuan kostum ataupun perlengkapan make up dan tempat yang layak untuk mereka pentas. Kalau tidak ada perhatian, ya lambat laun kesenian itu akan punah, kata Tri Borto Wibisono, kreator tari Remo Jugag yang sudah dipatentan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur (kini, Dinas Pendidikan Provinsi jawa Timur-red).

Sebagai kreator seni, Tri Broto Wibisono mengatakan, pemerintah (negara-red) selayaknya belajar menghargai produk kesenian yang dimiliki oleh rakyat dan bangsa ini. Pasalnya, negeri ini amat kaya dengan keanekaragaman seni tradisi, etnik dan rakyat, termasuk provinsi jawa Timur.

Legalitas seni tradisi milik rakyat harus segera dilakukan oleh pemerintah, karena pemerintah kota, kabupaten, provinsi dan pusat punya kewajiban untuk melindungi, melestarikan dan mengembangkannya. Jadi, pelestarian seni budaya lokal harus disertai dengan legalitas dan pemerintah pusat sepatutnya melakukan map ping kekayaan seni budaya dan membebaskan biaya administratif untuk mematenkan seni-seni tradisi dan rakyat, paparnya.

Subsidi untuk kesenian tradisi, etnik dan rakyat, demikian kata Tri Broto Wibisono, sesungguhnya sangat dibutuhkan oleh komunitas kesenian, sehingga mereka bisa tetap eksis dalam kehidupan berkesenian maupun berkebudayaan."Kalau tidak, ya bisa mati," katanya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar