Rabu, 30 Desember 2009

Berjanji Tingkatkan Kualitas Pendidikan

Berita Gerbang Dayaku Senin, 28 Desember 2009
Anggota DPD-RI Kunjungi Odah Etam
PENJABAT (Pj) Bupati Kukar Sulaiman Gafur, Kamis (24/12) malam lalu, menerima kunjungan Muslihuddin Abdurrasyid, anggota DPD-RI Komite III Bidang Pendidikan Agama. Pertemuan itu diawali salat Magrib berjamaah yang diikuti Ketua Komisi IV DPRD Kukar, Saiful Aduar, Ketua MUI Kukar Wahab Sjachranie, Ketua PHBI Kukar E Mugnidin, Wakil Ketua Pengurus Masjid Agung Aminuddin Eddy dan pengurus/santri Ponpes Ribatul Khair, Timbau, Tenggarong serta kalangan santri dan lainnya.

"Kedatangan anggota DPD-RI ini bersilaturahmi dan melakukan peninjauan di lapagan serta menyerap aspirasi masyarakat. Memang sudah tugas dan kewajiban anggota DPD, selaku wakil rakyat khususnya Kaltim," kata Sulaiaman Gafur.

Apalagi Muslihuddin sendiri mendapat posisi ketiga dalam perolehan suara dari Kukar. Maka wajar jika yang bersangkutan meluangkan waktu bersilaturahmi dengan pejabat Kukar.

"Sebelum ke sini (Kukar, Red) saya sempat singgah di Samarinda, Batuah, Lok Bahu, Kota Bangun serta Pasir. Tujuannya tak lain bertemu masyarakat dan mahasiswa. Dengan misi menyerap aspirasi, tentunya mengenai pendidikan di Kaltim maupun pembangunan infrastruktur jalannya. Itu semua akan kami perjungakan di pusat agar lebih meningkat ke depan," ungkap Muslihuddin.

Dia juga berharap sumber daya manusia (SDM) di Kaltim ke depan lebih meningkat kualitasnya. Sehingga putra daerah Kaltim nantinya lebih dominan menangani daerah, baik sebagai bupati/walikota hingga gubernur.

"Jadi nanti semuanya asli orang etam," katanya. (hmp05)

DPRD Medan Akui Terobosan Pemkot Dalam Hal Peningkatan Kualitas Pendidikan

15 Desember 2009
Penulis: Indarni Amalia

 DPRD Medan Akui Terobosan Pemkot Dalam Hal Peningkatan Kualitas Pendidikan SAMARINDA–Sebagai kota dengan kepadatan penduduk yang cukup tinggi, Medan, Sumatera Utara menyimpan sejumlah persoalan tersendiri dalam hal kebijakan pembangunan, khususnya bidang pendidikan. Guna mencari informasi sebagai bahan pembanding, Komisi B DPRD kota dengan 21 Kecamatan, 151 Kelurahan serta 3.000 Kepala Lingkungan tersebut, memilih studi banding ke Pemkot Samarinda, Jumat (4/12) kemarin. Di hadapan jajaran Pemkot Samarinda yang dipimpin Asisten III Drs H Diwansyah MSi dan Kepala Dinas Pendidikan Hary Murti, rombongan tamu berjumlah 8 orang ini mempertanyakan alokasi anggaran pendidikan Samarinda, serta upaya pembinaan pemerintah terhadap kelompok usaha kesehatan sekolah (UKS). “Karena sejauh informasi yang kami terima saat ini, Samarinda banyak melakukan terobosan kebijakan dalam bidang pendidikan,” lontar H Teguh Bahrumsyah SH dari tim DPRD Medan.

Selanjutnya, mereka mempertanyakan kebijakan apa yang mengawal program gratis Kota Samarinda sehingga dapat berjalan dengan cukup baik.

Karena yang namanya gratis pembutaan KTP tersebut sering hanya sebutan, kenyataannya masih saja ada pungutan,” lanjut Teguh. Selain itu, tim tamu ini juga mempertanyakan kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang dilakukan Pemkot Samarinda. Menanggapi beberapa pertanyaan tersebut, khususnya terhadap pengelolaan sumber daya alam, Diwansyah mengibaratkan seperti buah simalakama. “Di satu sisi, pemerintah berharap akan memberi dampak kesejahteraan kepada masyarakat, namun di sisi lain, tidak bisa dipungkiri memang berdampak pada lingkungan,” sebut Diwan. Namun untuk menanggulangi persoalan tersebut, sejauh ini, menurut Diwansyah, khususnya terhadap eks lahan tambang berskala besar, oleh pemerintah telah digalakan kegiatan penanaman komoditas bibit kelapa sawit. Khusus bidang pendidikan, untuk meningkatkan angka kelulusan siswa, menurut Hary Murti, di Samarinda telah dilakukan perubahan struktur pendidikan yang mengarah kepada pengadaan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). “Dimana kondisi saat ini ada 55 persen SMK dan 45 persen SMA,” sebutnya. Kebijakan ini, menurut Hary, bukannya tanpa risiko, khususnya dari segi anggaran, di mana terdapat perbandingan 6 kali lebih besar antara pengadaan 1 SMK. ”Artinya, diperlukan anggaran 6 kali lebih besar untuk membuat sebuah SMK dibanding SMA, tapi ini tetap dilakukan mengingat dampak skill ketenagakerjaan kelulusan siswa sekolah tersebut,” tanda Hary. (Hms3).(kaltim pos )

Pendidikan Samarinda Bangkit ***Melaju dengan Sekolah Mobil, Dipercantik Sekolah Berhia


Tags:
2.jpg
SAMARINDA--Tepat diusia 100 tahun kebangkitan, kebangkitan dunia pendidikan di tahun 2008 ini diperlihatkan dengan berbagai prestasi dan berbagai program mengarah ke kebangkitan pendidikan kota Samarinda. Bersamaan Hardiknas di tahun kebangkitan ini, Pemkot Samarinda juga men-launching 3 program dan penandatangan 3 MoU Pendidikan. Program yang dilaunching, yakni Wajib Belajar 12 Tahun yang Bermutu dan Relevan, Sekolah Mobil dan Sekolah Berhias (Bersih, Hijau, Indah dan Sehat). Dan juga 3 MoU pendidikan, Pemkot Samarinda-Dunia Industri, Joint Program SKM-SMA, dan SMK-Pondok Pesantren. “Mudah-mudahan, berbagai program yang di-launching dan MoU Pendidikan yang dijalin bersamaan pada apel akbar peringatan Hardiknas di tahun kebangkitan ini, menjadi awal berbekah bangkit dunia pendidikan di kota Samarinda seperti yang dicita-citakan walikota Samarinda dengan mengimplementasikan berbagai program cemerlangnya,” ujar kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Samarinda Dr Mugni Baharuddin SH MM seusai apel akbar Hardiknas di halaman parkir GOR Segiri, Jumat (2/5). Mugni dengan lantang menyebutkan dengan diluncurkannya program sekolah mobil itu, selain kehadiran sebagai sekolah alternatif bagi warga yang tak bisa mengikuti pendidikan formal, juga sebagai simbol pendidikan Samarinda akan melaju. “Kita optimis melaju. Anggaran sudah tidak diragukan lagi karena walikota sudah menganggarkan 21,09 persen untuk pendidikan dari APBD Samarinda. Apalagi kita pada tahun 2008 ini sudah mulai melaksanakan Wajar 12 tahun yang bermutu dan relevan,” tandasnya. Menurutnya intinya Sekolah Mobil pada dasarnya untuk dapat membelajarkan anak jalanan dengan suatu model yang disesuaikan dan tidak sama dengan sekolah lainnya. "Anak jalanan merupakan sasaran utama yang pada umumnya putus sekolah karena kesulitan menjangkau sekolah yang ada, terutama biaya dan waktu belajar yang sangat terbatas," ujar Mugni menguraikan terobosan di dunia pendidikan yang ditelorkan Pemkot Samarinda. Sekolah Mobil ini khusus dirancang seperti ruang belajar yang dilengkapi sarana belajar media belajar yang lebih canggih daripada proses belajar di sekolah umum. "Sekolah Mobil, tiada lain adalah upaya pelayanan pendidikan bagi semua anak bangsa, khususnya anak jalanan agar menjadi manusia generasi yang cerdas dan berguna pada pembangunan bangsa ini di kemudian hari," tandasnya. Misi dari Sekolah Mobil ini diantaranya, memberikan pelayanan pendidikan bagi anak jalanan yang umumnya putus sekolah, melaksanakan program pendidikan khusus secara gratis bagi anak yang ekonomi rendah, menunjang program pendidikan otonomi daerah kota Samarinda untuk peningkatan SDM warga Samarinda, dan mensukseskan program pembangunan nasional di bidang pendidikan agar warga dapat terlayani secara menyeluruh dan terorganisasi. Mugni menambahkan tujuan khusus dari Sekolah Mobil ini agar siswa SMA dan SMP/SD Sekolah Mobil dapat mengetahui dan memahami semua mata pelajaran yang diajarkan dan berdasarkan kurikulum yang berlaku dan menyelesaikan pendidikannya sampai lulus ujian nasional atau tamat. Begitu pula dengan Sekolah Berhias ini, menurut Mugni sebagai implementasi di dunia pendidikan dalam mendukung program Hijau Bersih dan Sehat (HBS) kota Samarinda. “Untuk sekolah Berhias ini, kita anggarkan Rp 1 miliar. Harapan kita semua sekolah bisa melaksanakan program Sekolah Berhias ini,” tandasnya. Sebagai catatan, dalam lima tahun terakhir, Walikota Samarinda telah meraih beberapa penghargaan di bidang peningkatan SDM pemuda dan pendidikan, yaitu penuntasan Buta Aksara tahun 2002, anugerah Pemuda tahun 2004 dan 2005, dan teranyar diberikan oleh Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Sekolahrumah dan Pendidikan Alternatif Indonesia (Asah Pena) sebagai tokoh pelopor pendidikan alternatif. Sekali lagi, penghargaan adalah tanda, tanda supaya terus merawat komitmen demi kemajuan pendidikan Samarinda dan Kaltim. (hms6)

Selasa, 29 Desember 2009

SMKN 1 Minim Guru Kejuruan

MALINAU - Kepala Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 1 Malinau Efanles Yusuf SPd mengakui, SMKN 1 Malinau sampai saat ini masih kekurangan 7 orang pengajar untuk guru kejuruan. Sedangkan untuk guru mata pelajaran umum dianggap cukup.

“Kalau untuk memenuhi standar minimal khususnya untuk tenaga pengajar kejuruan, sekolah ini masih butuh 7 orang lagi,” terangnya kepada Radar Tarakan saat ditemui diruang kerjanya baru-baru ini.

Disebutkan, 7 guru yang dibutuhkan itu untuk mengajar kejuruan bidang perikanan sebanyak 4 orang guru teori dan 3 orang lagi untuk pengajar praktik lapangan. Sedangkan untuk peternakan butuh 6 orang lagi dan khusus untuk guru teknologi pengelolaan perikanan sebanyak 7 orang.

“Jadi, peluang untuk menjadi guru SMK yang sesuai dengan jurusan budidaya perikanan, perternakan unggas dan teknologi pengelolaan perikanan masih besar,” kata Efanles.

Untuk guru kejuruan yang ada saat ini, lanjutnya, hanya 3 orang dan satu diantaranya sudah PNS. Sementara dua lainnya masih berstatus tenaga honorer. Namun, jika dijumlah secara keseluruhan, maka guru yang berstatus PNS terdapat 14 orang yakni bidang studi Biologi, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Agama, Perikanan, Olahraga dan PPKN masing-masing satu orang guru. Kemudian 4 orang guru IPS dan satu kepala sekolah, termasuk dua orang tenaga administrasi pendidikan. “Sedangkan guru Matematika, kita (SMKN Malinau) belum ada,” sebutnya.

Untuk memaksimalkan proses belajar mengajar (KBM), lanjut dia, sementara ini dengan memaksimalkan tenaga guru yang ada. Terutama untuk tenaga guru kejuruan yang hanya 3 orang tersebut, terkpaksa merangkap materi ajaran, disamping praktik juga mengajarkan teori begitu juga sebaliknya, yang guru praktik juga mengajar teori. “Upaya ini dilakukan sebagai upaya untuk memaksimalkan mutu pendidikan di samping mengisi kekosongan yang ada. Daripada jam pelajaran kejuruan tidak ada yang mengajar materi kejuruan,” ujarnya.

Namun, lanjut dia, tahun ini rencananya sekolah yang terletak di Desa Tanjung Lapang, Kecamatan Malinau Barat ini sudah ada tambahan guru negeri yang mengajar di sekolah yang lulus dalam formasi tahun 2008 lalu. Tetapi sebelumnya dan bahkan sampai saat ini juga masih mengajar di sekolah ini dengan status honorer. Karena belum ada SK-nya yang dikeluarkan, makanya masih tetap berstatus guru honorer di sekolah ini. ”Kami berharap, tiap tahun atau atau tahun ini sudah bisa dipenuhi dulu yang kekurangan 7 orang ini agar dapat memenuhi kebutuhan standar minimal dulu. Sebab untuk memenuhi kebutuhan idealnya, sekolah juga masih membutuhkan tempat praktik dan tahun ini juga sedangkan diupayakan pemerintah,” pungkasnya.(ida)

12 Persen Pelajar Samarinda Pernah "Ngeseks"


Selasa, 20 Januari 2009 | 17:51 WIB

SAMARINDA, SENIN — Sebanyak 36 dari 300 siswa-siswi atau 12 persen di antaranya pelajar di Samarinda (Kalimantan Timur) mengaku pernah melakukan hubungan badan (seks).

"Survei pada 2008 terhadap sejumlah siswa-siswi di Samarinda, dari 300 sampel yang kami ambil di setiap sekolah, 12 persen atau 36 siswa-siswi mengaku pernah melakukan hubungan seks di luar nikah," kata relawan PKBI Samarinda, Yuda, di Samarinda, Selasa, mengungkapkan hasil survei Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Cabang Samarinda.

Survei itu dilakukan pada delapan SMU/SMK di Samarinda periode September hingga Oktober 2008.

Namun, katanya menambahkan bahwa hasil itu jauh menurun ketimbang survei pada 2004 yakni 21 persen dari 300 remaja termasuk siswa-siswi mengaku pernah berhubungan seks.

Ironisnya, survei yang dilakukan menggunakan metode kuesioner itu menunjukkan, 14 hubungan seks tersebut dilakukan di sekolah, 28 persen responden mengaku melakukannya di rumah.

Umumnya, lanjut Yuda, siswa melakukan hubungan badan di luar nikah dengan pekerja seks komersial (PSK), sisanya dengan teman sekolah dan lainnya. Sementara siswi melakukan hubungan seksnya dengan pacar dan sesama teman sekolah.

"Hubungan badan dilakukan di sekolah saat jam istrahat maupun ketika usai belajar. Sementara, responden yang menjawab melakukan di rumah mengaku melakukannya saat kedua orangtua mereka tidak berada di rumah," ujar relawan PKBI Samarinda.

Penyebab terjadinya hubungan seks di bawah umur itu diperkirakan didominasi faktor nafsu (kurangnya moral), serta mengikuti tren (pergaulan bebas).

"Rumusan hasil survei itu kami telah serahkan ke bapak Wakil Wali Kota Samarinda, Syaharie Jaang, sebagai rekomendasi bagi pengambil kebijakan untuk pengawasan di sekolah," katanya.

"Kami berharap, temuan itu bisa menjadi landasan bagi Pemerintah Kota Samarinda, khususnya Dinas Pendidikan, untuk melakukan pengawasan di sekolah. Hasil ini juga kami harapkan dapat memberi masukan kepada orangtua agar lebih ketat lagi mengawasi anaknya, baik di rumah maupun di luar rumah," kata Yuda.

Survei dilakukan pada delapan SMU/SMK di Samarinda itu juga sebagai Outrech Worker (OT) PKBI Samarinda, dengan menentukan kriteria sekolah, baik sedang dan buruk.

Pihaknya menentukan sampel secara acak pada delapan sekolah dengan klasifikasi sekolah baik, sedang, dan buruk.

Pada setiap sekolah, pihaknya mengambil masing-masing 300 sampel, baik pria (siswa) maupun wanita (siswi).

Kecenderungan dari hasil survei itu, pria di bawah umur lebih banyak melakukan hubungan seksual di luar nikah ketimbang wanita. Namun, ia enggan menyebut perbandingan pria dan wanita yang menjadi sampel survei tersebut.


Ambrosius Harto